AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

Aswaja Klaim Nahdlatul Ulama
Pembakuan terhadap Kemapanan dalam Visi
Anak Muda Nahdlatul ‘Ulama*
Imam Ghazali MA

Mukaddimah NU sejak berdirinya tahun 1926 mencantumkan istilah aswaja pada Qanun Asasinya.Jadi bagi NU, aswaja adalah doktrin aqidah yang harus dimengerti, ditanamkan secara benar dan dipertahankan oleh pimpinan dan para anggotanya. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep Ahlusunnah Waljamaah disingkat Aswaja yang dijabarkan oleh K.H.Bisyri Mustafa dibakukan menjadi Aswaja versi NU. Menurutnya Aswaja adalah golongan muslim yang mengikuti rumusan Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al- Maturidi dalam bidang aqidah dan mengikuti salah satu dari mazhab empat dalam fiqih serta mengikuti Imam Al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali dibidang tasawuf. Dan kesemuanya itu menjadi rangkaian kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

Tapi anehnya, ulama NU sejak berdiri sampai saat ini belum sempat melakukan “kajian serius” terhadap pemikiran para tokoh perumus Aswaja tadi. Kevakuman ini mendorong generasi muda NU terutama mereka yang mengenyam pendidikan tinggi, seperti Said Aqil, Masdar F. Mas’udi, Nurhadi Iskandar, Ulil Absar Abdalla dan lain-lain mencoba untuk melakukan “kajian kritis” terhadap keabsahan rumusan tersebut. Apakah betul klaim aswaja sebagai doktrin kelompok tradisional (baca NU) ?.

Jauh sebelumnya, Umar Hasyim dalam bukunya Apakah Anda Temasuk Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah menekankan bahwa pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah dianut oleh seluruh umat Islam kalangan Sunni dan menolak asumsi bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah hanya dianut oleh segolongan tradisional saja.(Lihat, Einar Matahan Sitompul,Mth, NU dan Pancasila, footnote, hal 70)

Walhasil, dengan melihat latar belakang intelektualitas para perumus Aswaja model NU dan kondisi sosialogis masyarakat Indonesia pada awal berdirinya NU, secara apriori ada satu keyakinan bahwa konsepsi Aswaja model NU tidak dimaksudkan sebagai defenisi mutlak dan oleh karenanya sangat kondisional dan temporal.

Aswaja dalam Konteks Historis

Kaum muslimin pada masa Rasullullah SAW adalah umat yang satu, tidak terkotak-kotak dalam aneka kecenderungan, baik kabilah, paham keagamaan, ataupun visi sosial politik. Segala masalah yang muncul segera teratasi dengan turunnya wahyu dan disertai dengan pengarahan dari Rasullulah SAW. Walaupun tradisi kaum muslimin yang cukup dinamis dan terkendali pada waktu itu. Konon Rasulullah SAW sering memfrediksi “kondisi nyaman” ini akan segera pudar sepeninggal beliau. Prediksi Rasullulah SAW itu terungkap dalam beberapa hadits, yang biasanya diawali dengan kata-kata “saya’ti ala ummati Zaman” (umatku akan sampai pada suatu masa), “sataf tariqu ummati” (umatku akan terpecah) dan seterusnya.

Berdasarkan hadits “model Prediksi” itulah istilah Ahlusunnah Wal Jamaah ditemukan. Rasulullah SAW.bersabda :”Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, hanya satu golongan yang selamat dan yang lain binasa”. Ditanyakan :Siapakah golongan yang selamat itu ? Rasulullah menjawab Ahlussunnah Wal Jamaah. Ditanyakan: apa Ahlussunnah Wal Jamaah itu ?. Rasulullah menjawab: “apa yang aku dan sahabat-sahabatku lakukan saat ini”
Hadits “iftiraqul ummah” diatas seperti yang dikatakan Abdul Qahir, mempunyai banyak isnad dan banyak sahabat yang meriwayatkannya. Namun demikian, ulama berbeda pendapat tentang keshahihan hadits tersebut.

Yang pertama: berpendapat dhaif dengan hujjah tak satu pun dari sekian isnad yang tidak mengandung perawi dhaif . Yang kedua: berpendapat muhtajju bihi dengan alasan: meskipun tidak satu pun isnad yang tidak mengandung perawi dhaif tapi banyaknya isnad dan sahabat yang meriwayatkan, memperkuat dugaan adanya hadits tersebut.(lihat :Al-Baghdady, Al-farqu Bainal firaq,Hal 7 catatan kaki).

Jadi, jika hadits itu shahih Aswaja sebagai informasi yang akan muncul kemudian, sudah dikenal sejak masa Rasulullah SAW,.tetapi Aswaja sebagai realitas komunitas muslim belum ada pada masa itu. Atau dengan kata lain kaum muslimin pada masa Rasulullah itulah Aswaja; berdasarkan hadits tadi “ma ana alaihi al-yauma wa ashhabi” bahwa aswaja adalah sikap dan amalan yang kulakukan sekarang bersama sahabat-sahabatku. Jadi amalan (Sunnah) Rasul yang bersama para sahabat itulah yang disebut Aswaja. Yaitu ketika kaum muslimin tidak terkotak-kotak dalam kecenderungan misi politik. Ternyata setelah beliau wafat, para sahabat sudah terkotak dalam kecenderungan politik tertentu. Dengan mengikuti logika “asap dan api”, isu “iftiragul ummah” dari prediksi Rasul menjadi kenyataan dan adanya satu firqah (golongan) yang selamat, sudah dikenal pada masa sahabat. Akan tetapi klaim sebagai Aswaja belum ada pada masa sahabat. Dengan demikian pada masa khulafaurrasyidin pun masih dipertanyakan apakah masuk dalam kriteria ma ana ‘alaihi al-yauma wa ashhabi ?

Setelah beliau wafat, kecenderungan politik dengan segala frediksinya mulai tampak ke permukaan, antara golongan Anshar, Muhajirin, dan Ahlul Bait. Tetapi .frediksi itu segera teratasi, setelah mayoritas umat sepakat membaiat Abu Bakar, kemudian Umar, Usman, dan Ali sebagai pimpinan tertinggi kaum muslimin (khalifah-Khulafa). Tetapi itu bukan berarti frediksi kecenderungan politik pudar pada masa yang dikenal dengan era Khulafa al-.Rasyidin itu. Frediksi itu terus berkembang dan menunggu waktu yang kondusif untuk muncul.

Usman yang tewas secara tragis dan naiknya Ali sebagai khalifah dianggap oleh para sejarawan sebagai titik kulminasi munculnya friksi politik yang terpendam pada masa Abu Bakar dan Umar. Kejadian ini dikenal dengan Fitnah Kubra yang pertama. Dan dari sinilah visi politik kaum muslimin sulit dipadamkan bahkan mengarah pada konfrontasi yang terus menerus.

Berangkat dari konfrontasi fitnah kubra I yang segera diikuti perang shiffin sebagai fitnah kubra II, visi dan friksi politik kaum muslimin sudah sulit untuk disatukan kembali. Semua golongan yakin akan “kebenaran” visi politiknya. Atas dasar keyakinan itulah semua golongan membangun tradisi intelektual dari semua lini disiplin ilmu keislaman yang berkembang. Masing- masing golongan sibuk meligitiasi Qur’an, hadits dan atsar para sahabat sesuai dengan kecenderungan politik mereka masing-masing.

Landasan tradisi intelektual diatas, akhirnya semakin kokoh, setelah kaum muslimin berinteraksi dengan ragam budaya lokal, seperti Parsi, India, Asyuri, Finiqi, Zoroaster Masehi, Yahudi, dan yang paling menonjol adalah tradisi Hellenisme Yunani.

Kapan Klaim Aswaja pada Suatu Golongan Tertentu Muncul ?


Pendapat pertama:
Sejak akhir Khulafatur-Rasyidin sampai tumbangnya Dinasti Umayah, komunitas aswaja sebetulnya belum muncul. Istilah ini juga tidak dikenal dalam pengajian (halaqah-halaqah) Hasan al-Basri (22-110 H). Komunitas yang paling menonjol pada masa Dinasti Umayah adalah:Umayah. Alawiyyin yang berkoalisi dengan Abbasiyyin menjadi Hasyimiyyin, Mu’tazilah, Hasyawiyah, Khawarij, dan Ahlul Hadits.
Kemudian pada awal Dinasti Abbasiyah komunitas Ahlul-Hadits mulai nampak eksistensinya. Ini berawal sejak digulirkannya mihnah khuluqul Al-Quran oleh imam Ahmad bin Hanbal sebagai tokoh sentralnya.

Dari paparan diatas, diskursus pemikiran yang paling menonjol dan berpengaruh pada tatanan sosial dan politik pada abad kedua dan ketiga Hijriyah (masa Abbasiyah I) adalah rasional Mu’tazilah yang berhadapan dengan golongan tektualis Ahlus Hadits Hanabilah. Golongan terakhir inilah kemudian mengklaim diri mereka sebagai aswaja.

Pendapat kedua;
Menurut Abu Hatim Ar-Razi, seorang penganut Syiah Ismailiyah (wafat 322 H), tema Aswaja mulai populer dikalangan bani Umayyah setelah padamnya pemberontakan Hasan, Husein dan Ibnu Zubair. Pendukung Bani Umayyah berkata,“kami adalah ahlul Jamaah Siapa menentang kami berarti menentang umat dan meninggalkan sunnah.Kami adalah ahlusunnah wal Jamaah”. Ar-Razi mengomentari peristiwa itu dengan mengatakan, “maksud mereka adalah menyepakati satu pemimpin meskipun berbeda pendapat dan mazhab” (lihat Ibrahim Hâkat, Assiyâsah wa Al-Mujtamâ’fi ‘Ashri Al-Umawy, hal .295) Dengan mengacu pada pendapat Ar.-Razi, berarti klaim aswaja pertama kali dimunculkan oleh bani umayyah untuk menunjuk pada golongan politik dan bukan aqidah.

Pendapat ketiga; Muhammad Abduh dalam Risalat at tauhid menjelaskan bahwa aswaja adalah klaim pendukung dan pengikut Al-Asy’ari (wafat 303 H) seperti Imam Haramain, Al- Isfiayny dan Abu Bakar Al-Baqilany untuk pendapat beliau. (lihat Muhammad Abduh, Risâlatut Tauhid, hal 11).Secara implisit Abduh mengatakan bahwa tema aswaja baru muncul pada awal abad empat, dan untuk menunjuk golongan aqidah. Dari pendapat kedua dan ketiga dapat disimpulkan bahwa istilah aswaja belum ada pada masa pemulaan Islam. Sebab pada waktu itu umat Islam masih dalam kondisi Ummatun Wahidah.

Perpecahan umat Islam akibat perbedaan haluan politik pada masa sahabat memang melahirkan kelompok-kelompok. Akan tetapi tak satu pun kelompok diberi nama Aswaja. Baru pada masa pemerintahan dinasti Umayyah, kelompok itu mengklaim dirinya sebagai kelompok Aswaja. Begitu juga ketika Ma’bad Al-Juhany, Ghoylan Ad-Dimasyqy dan Yunus Al-Asway pada masa akhir sahabat mempermasalahkan qadla dan qadar (lihat Syahrasyatany, Milal wan Nihal,hal.22), lahir kelompok-kelompok dengan aqidah masing-masing. Namun tak satu pun kelompok yang dijuluki sebagai Aswaja. Baru setelah Asy’ari memodernisasi ekstrem aqal dan ekstrem naql dalam aqidahnya, para pengikutnya memproklamirkan diri sebagai Aswaja. Dari fakta diatas ada indikasi bahwa munculnya klaim Aswaja merupakan upaya mendapatkan kemenangan psikologis bagi suatu golongan.

Siapakah Ahlussunnah Wal Jamaah ?

Hadits prediksi Rasul tentang iftiraqul ummah tidak menunjuk dengan sharih orang-orang yang termasuk dalam golongan Aswaja. Ia hanya memberikan petunjuk secara global bahwa Aswaja adalah orang-orang yang mengikuti “jejak Nabi dan Sahabat” bisa berbeda antara satu orang dengan yang lain atau satu golongan dengan golongan lain.

Secara etimologis Ahlussunnah Wal Jamaah terdiri dari tiga kata, yaitu: ahl; keluarga, kelompok, golongan, dan komunitas, al-sunnah; tradisi, jalan, kebiasaan dan perbuatan sedang al-jamaah; kebersamaan, kolektifitas, komunitas, mayoritas dan lain-lain. Tiga rangkaian kata diatas, kemudian berkembang menjadi istilah bagi sebuah komunitas muslim yang secara konsisten bepegang teguh kepada tradisi (sunnah) Nabi Muhammad Saw dan sebagai landasan normatif setelah Al-Qur.’an, dan selalu mengikuti alur pemikiran dan sikap mayoritas kaum muslimin. Dengan kata lain Ahlussunnah adalah golongan mayoritas. Bila bani Umayyah mengklaim sebagai kelompok mayoritas maka Syiah pun membalasnya dengan klaim yang sama. Bahkan mereka mengatakan bahwa bani Umayyah adalah kelompok separatis. (Ibahim Haokat,As-Siyasah wal Mujtama’ i Ashil Umawy, hal 318)
Jadi pendefenisian Aswaja oleh bani Umayyah tidak mereduksi globalitas konsep Aswaja dalam hadits. Aswaja masih saja tidak mempunyai ciri dan karakteristik tertentu yang bisa menunjuk pada kelompok tertentu.

Konsepsi Aswaja baru mendapatkan karakteristik politis dan theologis ketika para pendukung Asy’ari memproklamasi kan diri sebagai Aswaja. Meskipun Asy’ari dikenal sebagai theolog,wa bittalii mazhab yang didirikan adalah mazhab theologi, akan tetapi perbedaan umat Islam dalam aqidah pada waktu itu interen dengan perbedaan politis. Sehingga mazhab theologi Asya’ri juga mencakup pendapat beliau tentang khilafah .

Al-Baqdhadi (wafat29 H) dalam alfarqu bainal firaq, mengembangkan cakupan Aswaja dan Beliau tidak memasukkan merumuskan konsepnya dengan karakteristik yang lebih jelas. Menurutnya ada lima belas pokok aqidah yang harus diketahui oang mukallaf. Dan orang yang mempunyai pendapat berbeda dengan 15 aqidah tersebut maka orang itu tersesat.Beliau juga membagi kelas kelas Aswaja menjadi delapan yaitu: mutakallimin, fuqaha, muhaditsin,mufassirin,ulamaahl lughah, mutashawwifin, orang-orang yang berjihad dan orang-orang yang mengikuti pendapat ulama Aswaja.

Beliau tidak memasukkan Khawarij, Qadariyyah, Syi’ah dan lain-lain dalam kelompok Aswaja karena menurutnya mereka adalah orang-orang yang mencela, mengfasikkan para sahabat bahkan mengkafirkannya. Padahal Aswaja adalah orang yang mengikuti jejak sahabat.

Ada beberapa catatan yang perlu disampaikan bahwa:
1.Dalam menafsirkan Aswaja ,Al-Bagdâdy tidak menyebut-nyebut dalil naqli. Penafsirannya hanya didukung pemahaman aqal terhadap lafadz ashhaby.
2.Al-Bagdady memasukkan kelompok mutasawwifin dalam kelompok aswaja, padahal fuqaha menentang keras aliran tersebut.
3.kelima belas kelompok yang ditetapkan Al-Bagdady adalah masalah-masalah yang sedang diperdebatkan.

Jadi dari pembahasan diatas bisa disimpulkan bahwa perumusan Aswaja yang kemudian dibakukan adalah pengintian masalah-masalah aqidah yang sedang diperdebatkan dan penetapan salah satu pendapat yang dianggap sesuai dengan pendapat mayoritas sahabat.

Konsep Aswaja Versi NU

“Hai para ulama dan pemimpin yang takut kepada Allah dari kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah dan pengikut mazhab imam empat! Kalian sudah menuntut ilmu agama dari orang-orang yang hidup sebelum kalian,begitu pula generasi sebelumnya dengan bersambung sanadnya sampai pada kalian. Begitu juga kalian harus melihat dari siapa kalian menuntut ilmu agama Islam. Karena dengan cara menuntut ilmu pengetahuan seperti itu maka kalian menjadi pemegang kuncinya, bahkan menjadi pintu gerbangnya ilmu agama Islam. Oleh karenanya janganlah memasuki satu rumah kecuali melalui pintunya. Barang siapa yang memasuki satu rumah tidak melalui pintunya maka ia adalah pencuri”. (Einar,opcit,hal 69).Demikian Hadatus Syekh Hasyim Asy’ari mulanya merumuskan aswaja.

Yang menarik dari perumusan diatas adalah disebutkannya Pengikut Imam Mazhab Empat. Ini satu indikasi bahwa penekanan aswaja mulanya pada permasalahan figh yang dalam hal ini adalah masalah taqlid terhadap imam empat. Hal ini bisa dimengerti karena perbedaan esensial yamg terjadi antara kelompok pembaharu dengan kelompok tradisional adalah masalah taqlid dan ijtihad.

Tetapi mengapa hanya pendapat imam yang empat dianut? Jawaban yang sering terdengar adalah hanya imam empat itulah yang mazhabnya terkodifikasi lengkap sehingga sampai ke tangan kita dengan selamat. Adapun mazhab lainnya belum terkodifikasi secara lengkap sehingga pendapatnya tidak utuh sampai ke tangan kita. Kalau benar ini alasannya, maka ada satu kejanggalan, mengapa madzhab Ad-Dzahiri dengan mengacu kitab al-Muhallâ Ibnu Hazm tidak diikuti. Padahal Ibnu Hazm juga disebut oleh Al-Baghdadi sebagai ulama Ahlussunnah.

Jika NU merumuskan Aswaja dengan menyebut para tokoh bersama rumusannya sebagai panutan yang harus diikuti dapat diartikan bahwa NU ingin memadukan pemahaman ajaran islam yang mengandung unsur-unsur yang terjadi pada abad II, III, IV, V, dan VI Hijriyah.

Definisi yang dirumuskan (hasil penjabaran KH.Bisyri Mustafa) adalah sebagai berikut : satu, menganut ajaran-ajaran imam madzhab dari salah satu empat madzhab dalam bidang fiqih. Kedua, menganut ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi dalam bidang tauhid. Ketiga, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qasim Al-Junaidy dan Ghazali dalam bidang tasawwuf.

Rumusan pada point kedua menegaskan corak ke-Aswaja-an NU dan sikap kaum tradisional terhadap gerakan pembaruan, sedang pada point ketiga merupakan sikap penerimaan NU terhadap paktek tasawuf dengan menyeleksi tasawuf yang benar.

Bila kita bandingkan dengan konsepsi Aswaja Al-Baghdadi, setidaknya ada dua hal yang berbeda ; Pertama, Aswaja versi NU tidak menyebutkan pandangannya tehadap masalah khilafah. Hal ini bisa dimengerti, karena Islam yang masuk di Indonesia bukan Islam Syiah juga bukan Khawarij oleh karenanya perbedaan umat Islam di Indonesia tidak berkisar pada masalah itu. Kedua, Aswaja model NU langsung dengan jelas menunjuk pada aliran tasawuf tertentu, yang itu tidak masuk dalam konsepsi Aswaja Al-Baghdadi. Jadi mengacu pada hal diatas bisa disimpulkan bahwa Aswaja model NU di satu sisi merupakan reaksi terhadap gerakan pembaruan dan di sisi lain merupakan pengakuan tehadap praktek keagamaan yang berkembang saat itu.

Jika rumusan NU diatas dimaksudkan mendefinisikan Aswaja, maka definisi itu mengandung beberapa kelemahan; pertama, para imam madzhab fiqih tidak mungkin secara teologis mengikuti rumusan al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena masa hidup imam madzhab itu jauh lebih awal sebelum Al-Asy’ari lahir malah yang terjadi Al-Asy’ari dalam fiqih mengikuti Imam Syafi’i, dan al-Maturidi mengikuti madzhab Hanafi. Kedua, Imam Junaidi tidak mungkin mengikuti teologi al-Asy’ari dan Al-Maturidi, karena yang pertama hidup satu abad sebelum tokoh kedua dan ketiga lahir. Junaidi juga tidak dikenal sebagai pengikut salah satu mazhab fiqih. Ketiga, Al-Ghazali walau pun sebagai pelanjut teologi al-Asy’ari dan pengikut madzhab Syafi’i dalam kategori tasawuf, ia bisa dikategorikan sebagai pengembang teori tasawuf liberal, seperti yang dikembangkan al-Hallaj. Keempat, rumusan teologi al-Asya’ri sampai saat ini masih simpang siur. Dalam kitab al-Ibanah, ia secara gamblang mengecam Mu’tazilah karena sering mentakwil ayat-ayat mutasyabihat, seraya memuji Ahmad bin Hambal yang tak mau mentakwil. Ia sendiri menisbatkan diri sebagai pelanjut perjuangan Ahmad bin Hambal. Tetapi dalam kitab Al-Luma’ dan Istihsan, ia mentakwil ayat-ayat mutasyabihat, dan memuji Mu’tazilah sebagai golongan Islam yang cerdas dan berjasa membentengi aqidah Islam dari serangan teologi Masehi, Yahudi, Hellenisme, dan lain-lain. Dalam dua kitab itu, ia menuduh kelompok Hambali , sebagai “bodoh” dan jumud.

Dilain pihak, golongan Al-Asya’ari dan al-Maturidi dituduh sebagai zindiq yang menyesatkan kaum muslimin. bahkan Ibnu Taimiyah dalam beberapa kitabnya mengkafir-kan Al-Asy’ari, jadi studi terhadap pemikiran teologi Al-Asy’ari masih perlu diungkap secara tuntas.

Buku-buku yang terbit di Saudi Arabia cenderung untuk mengatakan bahwa teologi Asy’ari tidak berbeda dengan teologi yang dikembangkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah. Studi komprehensif tentang Al-Asy’ari ditulis oleh Dr. Hamudah Gharabah menyimpulkan bahwa al-Asy’ari merupakan pemikir yang mampu mengambil jalan tengah antara kecenderungan filosofis dan tektualis dalam menganalisa sifat-sifat dan kekuasaan Tuhan. Kiranya pendapat terakhir inilah yang dianut oleh warga NU.

Penutup: Agenda Aswaja di Era Modern

Rumusan NU diatas, walaupun mengandung beberapa kelemahan, harus dipahami sebagai upaya dini untuk merespons perkembangan pemikiran yang tak akan keluar dari bingkai pemaduan secara seimbang antara landasan normatif Qur’an dan Hadits, dan pengembangan penalaran. Rumusan ini juga harus dipahami sebagai metode untuk menyeleksi budaya lokal dan budaya asing yang masuk ke dunia Islam yang selalu berkembang.

Karena rumusan itu kita anggap mengikuti metode berpikir pada tokoh, maka harus ada terobosan untuk merenovasi dalam berbagai bidang pemikiran, dengan tujuan kemaslahatan kaum muslimin secara menyeluruh dan melindungi hak-hak asasi manusia, sebagai realisasi Islam yang membawa rahmat bagi alam semesta.

Hal yang paling mendesak untuk dirumuskan pada era modern ini adalah sebagai berikut, pertama, hubungan Islam dan negara yang sudah terkotak dalam nation state. Kedua, hubungan Syari’ah Islam dengan hukum publik baik nasional maupun internasional. Ketiga, konsep pemberdayaan rakyat menuju masyarakat yang musyawarah dan terbebas dari belenggu penghambaan. Keempat, konsep keadilan ekonomi, politik dan hukum.

Ketika perdebatan aqidah makin marak dengan munculnya aliran Qadariyah dan Jabariyah, lahirlah al-Asy’ari seorang teolog yang ingin mengembalikan pemahaman aqidah seperti pemahaman kaum salaf dengan memoderasi eksterm aqal dan ekstrem naql. Oleh pengikut dan pendukung nya, pendapat-pendapat beliau diklaim sebagai Aswaja. Awalnya pengertian Aswaja hanya sebatas pada kelompok aqidah, namun kemudian berkembang dan mencakup kelompok dalam mazhab fiqih.

Konsep Aswaja baru mempunyai ciri dan karakteristik tertentu setelah al-Baghdady merumuskan beberapa aqidah yang menjadi ciri khas Aswaja. Akan tetapi perumusan Al- Baghdady lebih banyak didasarkan pada pelacakan terhadap kelompok mayoritas pada setiap era.

Perumusan berikutnya dilakukan NU yang intinya merupakan penyempitan terhadap konsep Aswaja Al-Baghdady. Hal itu terjadi karena dasar keberdirian NU dari satu sisi merupakan reaksi terhadap gerakan pembaruan dan sisi lain merupakan pengakuan terhadap praktek keagamaan yang berlaku saat itu. Oleh karena itu Aswaja model NU tidak bersifat mutlak dan universal. Dan bisa juga Aswaja NU direvisi mengingat perkembangan keislaman yang terjadi. Bahkan boleh jadi konsep Aswaja ditiadakan karena akan mempersempit cakupan Aswaja itu sendiri. Wal- Lâhu al musta’ân

*)Tulisan diambil dari naskah diskusi mingguan KMNU yang diramu kembali dengan makalah saudara Najib Buchori oleh Firdaus Dahlan

43 responses to “AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

  1. asslm…

    allahumma Sholli ala Muhammad wa aali Muhammad..

    salam kenal ustadz…

    sekalian ijin ni ustadz,..semoga berkenan blog anda sudah saya link di blogroll..

    syukron katsir..selamat berjuang

    bihaqqi Muhammad wa aali Muhammad

    waslm…

  2. assalamuaikum..ana pikir antum salah kaprah dalam memasang foto para habaib yg ada d blog anda degan isi blog anda..karena saya tau betul bahwa apa yg anda kalim terhadap mereka itu salah.jujurlah dalam berdakwah jgn mencari simpati dengan membodohi orang awam.

  3. Wa alaiikum salam wr.wb…akhi Bagir yang saya cintai ketahuilah bahwa para habaib yang setia di jalan ahlulbait tidak akan membuat fitnah dan kerusakan di dalam Islam…ana mempunyai pandangan bahwa sunnah dan syi’ah adalah mazhab yang sah yang terlahir dari Islam yang satu kalaupun ada perbedaan disana-sini tidak lebih hanya masalah furu’iyah belaka, sah-sah saja ana meneledani pandangan para habaib itu dan tidak ada kebohongan 0,1 persenpun dalam hal ini, tidak pula sekedar mencari simpati apalagi membodohi ummat naudzubillahi min dzalik Wallahi semua itu jauh dari tuduhan yang seperti itu.

  4. Assalamu’alaykum…

    Terimakasih telah berkunjung di http://www.fathulhidayah.co.cc

    Kita selalu berharap satu dalam Islam, dan Islam adalah satu, akan tetapi selalu ada perbedaan. Kita ( kaum Sunni Ahlussunnah Wal Jama’ah yang terang2an di kobarkan oleh para Habaib Indonesia) sangat berbeda paham dengan Syi’ah. Bukan berarti membenci dan menghujat, mendzolimi dsb, tapi menolaknya.

    Untuk lebih jelas tentang pernyataan para habaib tentang Syiiah, silakan klik:
    http://www.albayyinat.net/vedmenu.html

    Syukron katsiron…

  5. Semoga Allah selalu memberi taufik dan hidayah pada kita sekalian.

  6. Tulisan anda mengapa kita menolak si’ah? sangat subyektif, tendensius, tidak ilmiyah, dan penuh fitnah terhadap syi’ah…sebagai nahdliyyin anda ceroboh dalam mengambil sumber berita yaitu dari kalangan salafy = neo wahabi yang sangat jahil dalam berargumen, sekedar info buat anda bahwa kalangan habaib yang syi’ah khususan para asatidznya adalah orang-orang yang adli dan berilmu dan syi’ah punya akar kesejerahan dalam tradisi alawiyyin,,kalau tulisan para habaib di albayyinat itu semua fitnah dan tidak berdasar, salah satu icon habaib yang cukup berpengaruh di indonesia adalah Alhabib Umar buin Hafidz Tarim berfatwa bahwa syi’ah tidak boleh di kafirkan karena mereka ta’zimullah wa ta’zimurrasul wa ta’zimulgur’an..kalau antum menginginkan vcdnya tafadhdal ana akan kirim ke alamat antum sebagai pembanding dengan kelompok albayyinat dan kaki tangan wahabi di indonesia, syukran katir jazakallah kheir

  7. Pendapat saya Islam Syiah itu banyak alirannya dan apabila dicermati maka saya sangat yakin bahwa mereka para habiab adalah berfaham Syiah karena walaupun mereka mengaku berfaham Sunni tapi sebenarnya mereka adalah berfaham Syiah……WaALLAHU a’lam….

  8. Ini kali pertama saya berkunjung di blog ini dari search engine. Awalnya saya sangat tertarik dan surprise dengan header blog yang menampilkan Habaib terkemuka di dunia.

    Indah nian ketika bercerita K.H. Hasyim Asy’ari, Namun sayang seribu sayang seperti apa yg disampaikan oleh saudara Bagir, Majelis Fathul Hidayah ternyata isi blog anda sangat tidak sesuai dan dengan memanfaatkan/berlindung dibalik nama besar Habaib Ahlussunnah dan K.H. Hasyim Asy’ari untuk mensesatkan masyarakat.

    Terlebih ketika saya membaca nama Ulil Absar, yang merupakan tokoh Liberal Indonesia, perusak ajaran Islam.

  9. asslamu’alaikum all… bagaimna dengan ayat Allah yg berbunyi
    “innamaa yuridu allahu liyudzhiba ‘ankumur rijza ahlal baiti wa yutahhirukum tathhiiraa”. akn qta ragukn kbenran ayt itu… sdangkn al-qur’an sndri berfrman ” dzaalikal kitaabu laa raiba fiihi…
    bkn sudah banyk para periwyat hadist dr klanng sunni yg meriwyatkn tentng k’utmaan ahlil bait muhammd saw.

  10. buknkah lebih baik mengurus jnazah rasullah ketka bliau wfat dr lbih mengutmakn pelntikn abu bkar sebagi khalifah pertma dgn cra paksaan. bhkan akn membakar rumh s. fatimah ra. walau s. fatimah da d dlam. buknkah tu perbuatn yg lncang terhdap ahlul bait muhammad yg tlh dimulykn allah…
    buknkah madzhab yg 4 lahir stelah masa tabi’it tabi’in…??

  11. Haa haa syiah syiah di Indonesia kalian jajakan ukhuwwah di Iran ahlus sunnah kalian tindas dan bunuh. prestasi pemerintah iran adalah penghancuran ratusan masjid sunni sehingga teheran bisa diusulkan masuk dalam guinness word record book sebagai atu-satunya ibukota negara (yang ngakunya islam) yang tidak ada masjid sunninya sekaligus ibukota negara islam (?) yang paling banyak siangognya. hee hee.. awas buaya meneteskan airmata (lihat diweb gensyiah)

  12. antirafidhoh @Tidak Ada Satupun Mesjid Ahlus Sunnah di Teheran, Benarkah?
    Tersiar di kalangan banyak orang, bahwa tidak satupun di Teheran terdapat mesjid Ahlus Sunnah, dan pengikut Ahlus Sunnah oleh ketentuan pemerintah Iran ditekan untuk turut shalat berjama’ah di masjid-masjid Syiah. Berita miring ini banyak dihembuskan oleh media-media Barat dan AS, khususnya VOA (Voice of Amerika) yang sayangnya dinukil begitu saja oleh media-media berbasis Islam.

    Menurut Kantor Berita ABNA, menukil berita dari Ghaem News , beberapa orang Ahlusunnah Teheran mengklaim bahwa mereka dilarang dan tidak diperbolehkan membangun masjid khusus bagi jama’ah mereka oleh pemerintah setempat. Pengklaiman ini segera mendapat respon oleh media-media Barat dengan menurunkan berita bahwa Teheran satu-satunya ibukota negara yang tidak terdapat masjid Ahlus Sunnahnya.

    Berita yang tendensius dan berbau propaganda negatif bagi persatuan Sunni-Syiah ini, oleh pihak Wahabi diterima secara antusias dengan menyebarkan desas-desus fitnah, bahwa pemerintah Iran yang mayoritas Syiah melarang dan menghalang-halangi dakwah Ahlus Sunnah di negara tersebut, dan Ahlus Sunnah mengalami perlakuan tidak adil dari pemerintah Iran, sementara Yahudi dan Nashrani bahkan Majusi di negara tersebut mendapat perlindungan dan hak-haknya.

    Ini ada kedustaan belaka, sebab pihak Ahlus Sunnah juga mendapat perwakilan di Parlemen. Di kawasan yang mayoritas Sunni, mereka mendirikan masjid dan mendapat izin untuk melakukan ritual-ritual keagamaan mereka secara terbuka dan bebas.

    Di Teheran sendiri, terdapat 9 buah mesjid yang dikelola khusus oleh jama’ah Ahlus Sunnah. Meski demikian karena jumlah mereka yang minoritas dan tersebar sehingga masjid-masjid tersebut kadang sepi dari jam’ah bahkan tidak melangsungkan shalat berjam’ah sama sekali. Namun, masjid-masjid tersebut menjadi sangat ramai di bulan Ramadhan, dan pengikut Ahlus Sunnah menjadikannya sebagai tempat shalat tarawih berjama’ah.

    Berikut daftar nama-nama mesjid yang didirikan jama’ah Ahlus Sunnah di Teheran,

    1. Masjid Sodiqiyah, Falake 2 Sodiqiyah.
    2. Masjid Tehran Fars, jalan Delavaran
    3. Masjid Syahr Quds, KM 20 jalan Qadim
    4. Masjid Khalij Fars, Bozorkroh Fath
    5. Masjid an-Nabi, Syahrak Donesh
    6. Masjid Haftjub, jalan Mullarad
    7. Masjid Vahidiyeh, Syahriyar
    8. Masjid Nasim Syahr, Akbarabad
    9. Masjid Reza Abad, Simpang 3 jalan Syahriy

  13. assalammu”alaikumm wr wb
    saya berterimakasih sekali atas semua info/postinganya..
    wassalam..

  14. Assalamualaikum saudara ‘Satu Islam’. Saya ingin bertanya… Mengapa sunnah wal jamaah dan bukan sunnah rasulluallah s.a.w? Saya ingin bertanya juga bagaimana boleh dikatakan satu islam dalam sunnah wal-jamaah? Walhal terus terang wal-jamaah terdiri dari 4 mazhab dan bukan 1 mazhab dan 4 mazhab itu mempunyai ciri-ciri yang berbeza dan bukan ciri-ciri yang sama? Siapa yang menentukan 4 mazhab itu adalah yang diterima orang ramai? Kenapa bukan 3 atau 5 mazhab diterima sebagai sunnah wal-jamaah? Jawapan saya….. Buktinya di dalam Al-Quran –

    3:103 And hold fast, all together, unto the bond with God, and do not create sects amongst you.

    3:105 And be not like those who have drawn apart from one another and have taken to conflicting views after all evidence of the truth has come unto them: for these it is for whom tremendous suffering is in store

    6:159 VERILY, as for those who have broken the unity of their faith and have become sects – thou hast nothing to do with them. Behold, their case rests with God: and in time He will make them understand what they were doing.

    30:32 [or] among those who have broken the unity of their faith and have become sects, each group delighting in but what they themselves hold [by way of tenets

    (Sila rujuk Al-quran tafsiran Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu)

    Dalam Blog saudara ada dinyatakan hadith mengenai 73 golongan atau dalam bahasa Inggeris ‘Sect’ dan hanya satu golongan sahaja yang benar. Tetapi Baginda Rasullullah tidak pernah menjawab bahawa 1 golongan yang benar itu adalah sunnah wal-jamaah. Itu adalah fatwa bidaah oleh orang-orang yang mengaku diri sebagai ulama kerana hadith itu bertentangan dengan perintah allah. Adakah kita diperintah untuk mengikut fatwa oleh mereka yang mengaku diri sebagai ulama? Jawapannya di dalam Al-Quran juga – “Say: Obey Allah and His Messenger.: But if they turn back, Allah loveth not those who reject Faith.” [Qur’aan 3:32]. Translasi Bahasa Indonesia atau bahasa melayu – ‘Katakan; patuh Allah dan rasulnya. Jika mereka berpaling belakang dari itu; Allah tidak mencintai mereka yang menolak iman.’

    Ketahuilah bahawa sunnah rasullullah adalah selari dengan perintah Allah di dalam Al-Quran. Itu adalah kunci untuk mengenal bahawa hadith itu sahih atau tidak. Maka dengan itu kata akhir saya untuk renungan – bacalah Al-quran untuk panduan ilmu dan janganlah kamu bergantung kepada hadith sahaja semata-mata DAN minta ilmu dari golongan manusia yang mengakui diri fasih dalam din Allah. Kerana Al-quran itu datang dari Allah dan Allah telah memerintahkan untuk patuh kepada Nya dan rasul Nya dan bukan orang-orang yang mengaku diri ulama. Ilmu yang diturunkan oleh Allah adalah sempurna dan tiada kecacatannya. Jadi…soalan terakhir saya sekali lagi…Sunnah wal-jamaah? ATAU Sunnah Rasullullah s.a.w? Salam

  15. tolong anda bisa menyuguhkan lebih banyak lagi tentang ilmu perbandingan madzhab, saya tidak sepenuhnya mengkoreksi yang anda tulis. mungkin masih banyak lagi hujjah dan sejarah pemikiran yang harus anda kaji lagi. terima kasih dan mohon maaf.

  16. Konsep Aswaja Versi NU

    “Hai para ulama dan pemimpin yang takut kepada Allah dari kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah dan pengikut mazhab imam empat! Kalian sudah menuntut ilmu agama dari orang-orang yang hidup sebelum kalian,begitu pula generasi sebelumnya dengan bersambung sanadnya sampai pada kalian. Begitu juga kalian harus melihat dari siapa kalian menuntut ilmu agama Islam. Karena dengan cara menuntut ilmu pengetahuan seperti itu maka kalian menjadi pemegang kuncinya, bahkan menjadi pintu gerbangnya ilmu agama Islam. Oleh karenanya janganlah memasuki satu rumah kecuali melalui pintunya. Barang siapa yang memasuki satu rumah tidak melalui pintunya maka ia adalah pencuri”. (Einar,opcit,hal 69).

    Demikian Hadatus Syekh Hasyim Asy’ari mulanya merumuskan aswaja.
    Yang menarik dari perumusan diatas adalah disebutkannya Pengikut Imam Mazhab Empat. Ini satu indikasi bahwa penekanan aswaja mulanya pada permasalahan figh yang dalam hal ini adalah masalah taqlid terhadap imam empat. Hal ini bisa dimengerti karena perbedaan esensial yamg terjadi antara kelompok pembaharu dengan kelompok tradisional adalah masalah taqlid dan ijtihad.

    Tetapi mengapa hanya pendapat imam yang empat dianut? Jawaban yang sering terdengar adalah hanya imam empat itulah yang mazhabnya terkodifikasi lengkap sehingga sampai ke tangan kita dengan selamat. Adapun mazhab lainnya belum terkodifikasi secara lengkap sehingga pendapatnya tidak utuh sampai ke tangan kita. Kalau benar ini alasannya, maka ada satu kejanggalan, mengapa madzhab Ad-Dzahiri dengan mengacu kitab al-Muhallâ Ibnu Hazm tidak diikuti. Padahal Ibnu Hazm juga disebut oleh Al-Baghdadi sebagai ulama Ahlussunnah.

    Jika NU merumuskan Aswaja dengan menyebut para tokoh bersama rumusannya sebagai panutan yang harus diikuti dapat diartikan bahwa NU ingin memadukan pemahaman ajaran islam yang mengandung unsur-unsur yang terjadi pada abad II, III, IV, V, dan VI Hijriyah.

    Definisi yang dirumuskan (hasil penjabaran KH.Bisyri Mustafa) adalah sebagai berikut : satu, menganut ajaran-ajaran imam madzhab dari salah satu empat madzhab dalam bidang fiqih. Kedua, menganut ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi dalam bidang tauhid. Ketiga, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qasim Al-Junaidy dan Ghazali dalam bidang tasawwuf

    Rumusan pada point kedua menegaskan corak ke-Aswaja-an NU dan sikap kaum tradisional terhadap gerakan pembaruan, sedang pada point ketiga merupakan sikap penerimaan NU terhadap paktek tasawuf dengan menyeleksi tasawuf yang benar.
    Bila kita bandingkan dengan konsepsi Aswaja Al-Baghdadi, setidaknya ada dua hal yang berbeda ; Pertama, Aswaja versi NU tidak menyebutkan pandangannya tehadap masalah khilafah. Hal ini bisa dimengerti, karena Islam yang masuk di Indonesia bukan Islam Syiah juga bukan Khawarij oleh karenanya perbedaan umat Islam di Indonesia tidak berkisar pada masalah itu. Kedua, Aswaja model NU langsung dengan jelas menunjuk pada aliran tasawuf tertentu, yang itu tidak masuk dalam konsepsi Aswaja Al-Baghdadi. Jadi mengacu pada hal diatas bisa disimpulkan bahwa Aswaja model NU di satu sisi merupakan reaksi terhadap gerakan pembaruan dan di sisi lain merupakan pengakuan tehadap praktek keagamaan yang berkembang saat itu.

    Jika rumusan NU diatas dimaksudkan mendefinisikan Aswaja, maka definisi itu mengandung beberapa kelemahan; pertama, para imam madzhab fiqih tidak mungkin secara teologis mengikuti rumusan al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena masa hidup imam madzhab itu jauh lebih awal sebelum Al-Asy’ari lahir malah yang terjadi Al-Asy’ari dalam fiqih mengikuti Imam Syafi’i, dan al-Maturidi mengikuti madzhab Hanafi. Kedua, Imam Junaidi tidak mungkin mengikuti teologi al-Asy’ari dan Al-Maturidi, karena yang pertama hidup satu abad sebelum tokoh kedua dan ketiga lahir. Junaidi juga tidak dikenal sebagai pengikut salah satu mazhab fiqih. Ketiga, Al-Ghazali walau pun sebagai pelanjut teologi al-Asy’ari dan pengikut madzhab Syafi’i dalam kategori tasawuf, ia bisa dikategorikan sebagai pengembang teori tasawuf liberal, seperti yang dikembangkan al-Hallaj. Keempat, rumusan teologi al-Asya’ri sampai saat ini masih simpang siur. Dalam kitab al-Ibanah, ia secara gamblang mengecam Mu’tazilah karena sering mentakwil ayat-ayat mutasyabihat, seraya memuji Ahmad bin Hambal yang tak mau mentakwil. Ia sendiri menisbatkan diri sebagai pelanjut perjuangan Ahmad bin Hambal. Tetapi dalam kitab Al-Luma’ dan Istihsan, ia mentakwil ayat-ayat mutasyabihat, dan memuji Mu’tazilah sebagai golongan Islam yang cerdas dan berjasa membentengi aqidah Islam dari serangan teologi Masehi, Yahudi, Hellenisme, dan lain-lain. Dalam dua kitab itu, ia menuduh kelompok Hambali , sebagai “bodoh” dan jumud.

    Dilain pihak, golongan Al-Asya’ari dan al-Maturidi dituduh sebagai zindiq yang menyesatkan kaum muslimin. bahkan Ibnu Taimiyah dalam beberapa kitabnya mengkafir-kan Al-Asy’ari, jadi studi terhadap pemikiran teologi Al-Asy’ari masih perlu diungkap secara tuntas.

    Buku-buku yang terbit di Saudi Arabia cenderung untuk mengatakan bahwa teologi Asy’ari tidak berbeda dengan teologi yang dikembangkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah. Studi komprehensif tentang Al-Asy’ari ditulis oleh Dr. Hamudah Gharabah menyimpulkan bahwa al-Asy’ari merupakan pemikir yang mampu mengambil jalan tengah antara kecenderungan filosofis dan tektualis dalam menganalisa sifat-sifat dan kekuasaan Tuhan. Kiranya pendapat terakhir inilah yang dianut oleh warga NU.

    Penutup: Agenda Aswaja di Era Modern

    Rumusan NU diatas, walaupun mengandung beberapa kelemahan, harus dipahami sebagai upaya dini untuk meresponi perkembangan pemikiran yang tak akan keluar dari bingkai pemaduan secara seimbang antara landasan normatif Qur’an dan Hadits, dan pengembangan penalaran. Rumusan ini juga harus dipahami sebagai metode untuk menyeleksi budaya lokal dan budaya asing yang masuk ke dunia Islam yang selalu berkembang.

    Karena rumusan itu kita anggap mengikuti metode berpikir pada tokoh, maka harus ada terobosan untuk merenovasi dalam berbagai bidang pemikiran, dengan tujuan kemaslahatan kaum muslimin secara menyeluruh dan melindungi hak-hak asasi manusia, sebagai realisasi Islam yang membawa rahmat bagi alam semesta.
    Hal yang paling mendesak untuk dirumuskan pada era modern ini adalah sebagai berikut, pertama, hubungan Islam dan negara yang sudah terkotak dalam nation state. Kedua, hubungan Syari’ah Islam dengan hukum publik baik nasional maupun internasional. Ketiga, konsep pemberdayaan rakyat menuju masyarakat yang musyawarah dan terbebas dari belenggu penghambaan. Keempat, konsep keadilan ekonomi, politik dan hukum.

    Ketika perdebatan aqidah makin marak dengan munculnya aliran Qadariyah dan Jabariyah, lahirlah al-Asy’ari seorang teolog yang ingin mengembalikan pemahaman aqidah seperti pemahaman kaum salaf dengan memoderasi eksterm aqal dan ekstrem naql. Oleh pengikut dan pendukung nya, pendapat-pendapat beliau diklaim sebagai Aswaja. Awalnya pengertian Aswaja hanya sebatas pada kelompok aqidah, namun kemudian berkembang dan mencakup kelompok dalam mazhab fiqih.

    Konsep Aswaja baru mempunyai ciri dan karakteristik tertentu setelah al-Baghdady merumuskan beberapa aqidah yang menjadi ciri khas Aswaja. Akan tetapi perumusan Al- Baghdady lebih banyak didasarkan pada pelacakan terhadap kelompok mayoritas pada setiap era.

    Perumusan berikutnya dilakukan NU yang intinya merupakan penyempitan terhadap konsep Aswaja Al-Baghdady. Hal itu terjadi karena dasar keberdirian NU dari satu sisi merupakan reaksi terhadap gerakan pembaruan dan sisi lain merupakan pengakuan terhadap praktek keagamaan yang berlaku saat itu. Oleh karena itu Aswaja model NU tidak bersifat mutlak dan universal. Dan bisa juga Aswaja NU direvisi mengingat perkembangan keislaman yang terjadi. Bahkan boleh jadi konsep Aswaja ditiadakan karena akan mempersempit cakupan Aswaja itu sendiri. Wal- Lâhu al musta’ân

  17. apapun komentarnya, syiahlah madzabnya, Imam Ali as dan ahlulbayt as sebagai imam sepeninggal Rasulullah

  18. Subhannaloh memang harus ada pencerahan2 pencerahan tentang akidah, karena dalam Islam begitu kompleksya cabang keilmuwan, sehingga kalau tidak ada pengetahuan tentang akidah maka akan umat islam akan tersesat dalam pemikiran-pemikiran yang bisa membahayakan akidah terlebih dengan banyaknya aliran sesat dizaman ini, oleh karena itu mari kita bersama mensosialisasikan akidah islamiyah terutama akidah ahlusunah, oleh karena itu saya juga memposting tentang akidah aswaja di blog saya http://www.perkuliahan.com dengan harapan untuk bersama memberi dan bertukar pengetahuan tentang akidah

  19. Hasyim Abdurrahman

    Definisi Ahlussunnah itu umum dan universal dan siapapun yang mengikuti sunnah maka berhaklah ia mengklaim dirinya sebagai Ahlussunnah, tak terkecuali Syi’ah pun merasa kelompoknya sebagai Ahlussunnah dan bukan ingkar sunnah, karena keuniversalannya maka tak ada yg boleh mengklaim paling berhak dengan merek ahlussunnah karena ahlussunnah bukanlah sebuah paten merek tetapi nama generik.

  20. Assalammu’alaikum. Wr. Wb. Syi’ah itu tetap syi’ah walaupun diputar balikan sedemikian rupa tapi tidak akan merubah bentuknya. Syi’ah itu bukan ahlul sunnah. Masa ahlul sunnah menghalalkan berjina. Saya salut ma orang syi’ah dalam memutar balikan fakta. Ingat Syi’ah itu kelompok pendusta (boleh berbohong klo udah ksendek) ga bakal bgeto aja mngakui jati diri sbenarnya. Wallahu’alam.

  21. Ya, orang sy’ah dalam kdoknya slalu mengiming2ngi islam bersatu.. Apalagi klo ngeliat dunia barat yg lg gencar2nya pengen ngancurin Islam. ya iyalah umat mana yg mngkhendaki agamanya bercerai berai hanya umat blegug tommorow dan munafik yg mngkhendaki bgitu. Tapi apa harus bersatu dengan membenarkan aqidah yang jelas2 sesat. Kami Umat Islam ahlul sunnah juga tidak mau ternodai aqidahnya oleh syiah.. Pegangan kami Al-Qur’an, As Sunah, dan Al-Hadits yang bukan versi rekayasa kalian yang ditujukan untuk hawa nafsu kalian. Jadi, sudahlah hentikan penyebaran doktrin2 kalian di Indonesia ini. Please, jangan menambah luka umat islam yang sedang sakit.. Tapi oleh karena kalian juga mengakui Allah sbgai tuhan dan Muhammad sbgai nabi terakhir kami hargai itu maka jika kalian orang Islam benar2 mengharapkan umat muslim tetap bersatu, maka bertaubatlah dan mari kembali ke jalan yang benar insya Allah.. Jangan menjual agama untuk kpentingan politik (bukan berarti tdk boleh dijadikan landasan politik) dan hawa nafsu sperti di Iran. Kalau memang kalian ingin seperti di Iran, ya sudah pergi saja ke Iran dan jangan kmbali lagi kcuali kalian dapat membuang Syi’ah dalam diri kalian untuk selamanya.. Wallahu’alam.

  22. Ping-balik: K.H. Hasyim Asy’ari Tentang Syiah | Islam & Aliran Sesat

  23. Ping-balik: K.H. Hasyim Asy’ari Memberikan Fatwa Tentang Syiah | abubadriyyah

  24. Saya Orang ISLAM (TITIK)

    Apa sih yang pada diributkan ????? Syiah menyembah Allah, meneladani dan mencintai Rasulullah serta keluarga dan anak cucunya, apa yg salah dengan hal ini????? Coba deh kita renungkan sejenak pakai akal yang jernih. Apa yang benar yang tidak mencintai Rasulullah dan keluarganya?????? kalaupun ada sedikit perbedaan mengenai cara beribadah, bukankah NU dengan Muhammadiyah aja berbeda???? Astagfirullahal’adziiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiim. miris

  25. SYEKH AHMAD DEEDAT: rasa heran atas keengganan sebagian sunni untuk menerima saudaranya yang bermazhab syiah
    Syekh Ahmad Deedat, kristolog masyhur yang juga seorang ulama suni pernah menyatakan:

    “Saya katakan kenapa Anda tidak bisa menerima ikhwan Syiah sebagai mazhab kelima? Hal yang mengherankan adalah mereka mengatakan kepada Anda ingin bersatu. Mereka tidak mengatakan tentang menjadi Syiah. M…ereka berteriak “Tidak ada suni atau Syiah, hanya ada satu, Islam.” Tapi kita mengatakan kepada mereka “Tidak, Anda berbeda. Anda Syiah”. Sikap seperti ini adalah penyakit dari setan yang ingin memecah belah. Bisakah Anda membayangkan, kita suni adalah 90% dari muslim dunia dan 10%-nya adalah Syiah yang ingin menjadi saudara seiman, tapi yang 90% ketakutan. Saya tidak mengerti mengapa Anda yang 90% menjadi ketakutan. Mereka (Syiah) yang seharusnya ketakutan”.

  26. Assalamualaikum… alhamdulillah baru kali ini saya lebih bisa mengetahui dan memahami makna sejarah yang sebenarnya tentang munculnya ideologi aswaja versi NU namun dari itu banyak manfaat yang saya ambil dari ustad, semoga saya, antum dan umat muslim lainnya tetap dalam lindungan Allah Swt, dan saya juga perlu banyak belajar kepada ustad agar lebih mendalami pengetahuan tentang ASWAJA.

  27. alhamdulillah syukron atas penjelasan ustad.

  28. Ping-balik: Pendiri Nahdlatul ‘Ulama’ ((NU)) Tentang SYI’AH « Ziyadatuttaqwalfaza's Blog

  29. Saya memasang link blog saudara di blogku mohon kiranya berkenan berbagi link. makasih bxk

  30. Muh Tahir@ silahkan akhi…

  31. penuh Subyektifitas dan fanatisme! Islam iku koen tok ta?

  32. TERLALU TEORITIS….sepintar2nya anda berteori disitulah kekosongan jiwa anda terlihat, kembalilah tidak saja dgn akal tetapi dgn HATIA…

  33. Beragama yang baik itu boleh!

  34. bahwasannya demi Allah dan RosulNya kebangkitan Islam mensyaratkan UKHUWAH ISLAMIYAH. Untuk itu : Dakwahkan yg sama bersama. Kaji setiap perbedaan secara mendalam, intensif, intern, oleh ahlinya, adakah manfaatnya bagi ukhuwah, adakah titik temu, jika tidak, maka kita harus terima perbedaan itu apa adanya, kalau kita harus memilih, maka pilihan kita adalah pilihan yang fair. Setelah Ukhuwah Islamiyah selesai tanpa saling benci, maka kebangkitan Islam harus dimulai sekarang dari diri sendiri dg cara memanfaatkan waktu dari masjid kemasjid. Imam masjid harus diberdayakan sebagai pemimpin ummat dibantu oleh ahlinya dibidang dan lingkungannya masing masing. Semua masjid harus memiliki baitul mal yang mengelola zakat secara kredibel yakni uang dana zakat infaq&shodaqoh harus utuh diakumulasikan terus untuk memusnahkan para rentenir. Hasil kerjasama antara baitulmal dan ghorimin (pangusaha lemah terjerat rent) itulah yang dapat dibagi habis untuk mustahik lain. Jadi dana baitulmal dibawah kendali imam diawasi pengelolaannya oleh wakil muzaki dibantu staf ahli akan utuh selamanya sebab yang dibagi habis hanya hasilnya. Ini urusan ekonomi akan selesai, tuntas dan mandiri ! System perbankan Yahudi akan kita kalahkan telak ! Ini mudah, strategis, sangat bermanfaat bagi ummat, dan dapat dilakukan sekarang, lebih cepat lebih baik. Kita yg hidup maka kitalah yg seharusnya berperan !

  35. tanyasyiah (saya wahabi pecinta musuh2 Allah dan Rasulullah Saw)

    Boss mau tanya nih, aqidah syiah ntu kayak gimana sich? apa harus mengakui Ali sebagai pemimpin setelah Rasullullah? kalo ternyata yang diakui adalah Abu Bakar, Umar, Usman dan baru Ali, apakah orang tersebut menjadi kafir?

    Dijawab ye boss!!! orang tersebut mukmin kah atau kafir.

  36. Demi Allah dan RosulNya untuk KEBANGKITAN ISLAM kita hart bela Islam. Sunnatullah jika kita bela Islam, Islam kuat, jika kita bela madzhab masing masing Islam akan melemah redup dan yg salah adalah ummatnya. Bagaimana kalau Allah mengganti dg ummat lain yg lebih baik, cerdik dan pintar, tidak emosional mampu bersatu dalam ukhuwah. Oleh karena itu hentikan sikap expansionisme madzhab. Dakwahkan hal yang sama bersama. Hal yang masih berbeda dikaji secara intern, intensif, mendalam oleh ahlinya. Siapapun yg bicara beda ditengah komunitas yg berbeda harus dianggap sebagai pendapat pribadi, yg tdk ada kwajiban mengikutinya. Para alim harus mengutamakan ukhuwah, itu adalah harapan terpenting ummat. Perbedaan faham masa lalu yg menjadi biang perpecahan adalah tidak berguna dibicarakan dan tidak usah diingat terus, tapi dipandang sebagai aib penghalang ukhuwah dan kebangkitan Islam. Madzhab penting untuk diikuti dilaksanakan sesuai kyakinan tapi tidak untuk dibicarakan/didakwahkan didepan madzhab lain.

  37. tanyasyiah (saya wahabi pecinta musuh2 Allah)

    nyantai aje boss ga usah berapi2 (semangat 45 banget), elo pikir banyaknye jumlah bisa kuat ama menang ape? begimane tentara Allah mau didatangkan kalo aqidahnye ngafirin abu bakar, umar dan usman. masa gw mau digabungin ama pasukan yang sukanye ngafirin sahabat, ga janjilah

    boss gw pengen banget ngeliat kegagahan kaum muslimin seperti pada waktu perang badar, sepertinya ga lama lagi akan keluar sehingga benteng kaum muslimin pada saat itu berada di damaskus

  38. Ping-balik: Kenapa KH Hasyim Asy’ari pendiri NU yang anti syi’ah tidak dituduh kesusupan Wahabi? | Abu Abdurrohman Manado

  39. Assalamu ‘alaikum…sepegetahuan saya ..pemabataian Hussein RA di karbala, Ali RA yg lebih berhak mjd khalifah setelah Rasullulah ketimbang Abu Bakar, Ghadir Kkum, dsb adl alasan2 munculnya aqidah syiah. Apakah ada alasan yg lbh fundamental munculnya akidah syiah? spt ketika Rasulullah muncul dgn syariat islamnya?

  40. Semoga Allah mempersatukan kita ,,,,saudaraku muslim,smoga Allah menunjukan kita jalan yG haq’

  41. Alhamdulillah telah release film “SANG KYAI” silahkan nobar…..

  42. Thanks ats pengethan dsr2 ASWAJA

  43. Definitely the best way to lead
    Imam Ali could be

Tinggalkan komentar